Jumat, 09 November 2012

SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL


A. Hakikat Sistem Hukum dan Peradilan Nasional
1. Sistem hukum
a. Pengertian sistem
Pemahaman umum mengenai sistem ialah suatu kesatuan yang bersifat
menyeluruh yang terdiri dari bagian yang berhubungan. Kata “sistem” yang
terdapat dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti susunan kesatuan
yang masing-masing tidak berdiri sendiri, tetapi berfungsi membentuk kesatuan
secara keseluruhan. Pengertian sistem pada penerapannya tidak bersumber
pada satu disiplin ilmu yang mandiri, tetapi dapat pula berasal dari pengetahuan,
seni, maupun kebiasaan, seperti sistem mata pencaharian, sistem tarian, sistem
perkawinan, sistem pemerintahan, dan sistem hukum.
Pengertian sistem menurut beberapa ahli sebagai berikut.
1) Drs. Musanef
Sistem ialah kelompok bagian yang bekerja bersama guna melakukan
suatu maksud. Apabila salah satu bagian rusak maupun tidak dapat
menjalankan tugasnya, maka tujuan yang hendak dicapai tidak akan terpenuhi
atau setidak-tidaknya mendapat gangguan (1989).
2) W.J.S. Poerwadarminta
Sistem ialah sekelompok bagian (alat dan
sebagainya) yang bekerja bersama untuk melakukan
suatu maksud (1976).
3) Prof. Sumantri
Sistem ialah suatu sarana yang menguasai
keadaan serta pekerjaan agar dalam menjalankan
tugas secara teratur ataupun suatu tatanan dari halhal
yang saling berkaitan serta berhubungan
sehingga membentuk suatu kesatuan dan satu keseluruhan (1995).
b. Pengertian hukum
Hukum ialah salah satu dari norma dalam masyarakat. Berbeda dari
tiga norma lainnya, norma hukum memiliki sanksi yang lebih tegas. Hukum
sulit didefinisikan karena kompleks dan beragamnya sudut pandang yang
hendak dikaji. Prof. Claude du Pasquier dalam bukunya yang berjudul
Introduction ala théorie general et ala philosophie du Droit
mengumpulkan 17 definisi hukum yang masing-masing menonjolkan segi
tertentu dari hukum. Mari kita pelajari beberapa pengertian hukum menurut
para ahli hukum terkemuka berikut.
1) Drs. E. Utrecht, S.H.
Dalam bukunya yang berjudul Pengantar dalam Hukum Indonesia (1953),
beliau mencoba membuat suatu batasan sebagai pegangan bagi orang yang
Kata Bijak
Kebebasan itu
berasal dari
manusia, tidak dari
undang-undang
atau institusi
Clarence Darrow
Cerdas dan Kritis
sedang mempelajari ilmu hukum. Menurutnya, hukum ialah himpunan
peraturan-peraturan (perintah dan larangan) yang mengatur tata tertib
kehidupan bermasyarakat yang seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat
yang bersangkutan karena pelanggaran petunjuk hidup itu dapat menimbulkan
tindakan dari pihak pemerintah.
2) Achmad Ali
Hukum ialah seperangkat norma tentang apa yang benar dan apa yang
salah yang dibuat atau diakui eksistensinya oleh pemerintah, yang dituangkan
baik dalam aturan tertulis (peraturan) maupun yang tidak tertulis, yang
mengikat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya secara keseluruhan,
dan dengan ancaman sanksi bagi pelanggar aturan itu (2008).
3) Immanuel Kant
Hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas
dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari
orang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan (1995).
4) Leon Duguit
Hukum ialah aturan tingkah laku para anggota masyarakat yang harus
ditaati oleh masyarakat sebagai jaminan kepentingan bersama dan jika
dilanggar akan menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan
pelanggaran itu (1919).
5) Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja
Hukum ialah keseluruhan kaidah-kaidah serta asas-asas yang mengatur
pergaulan hidup dalam masyarakat dan bertujuan memelihara ketertiban serta
meliputi lembaga-lembaga dan proses guna mewujudkan berlakunya kaidah
sebagai kenyataan dalam masyarakat (1986).
c. Sistem hukum
Sistem hukum ialah suatu perangkat aturan yang tersusun secara teratur
serta berasal dari berbagai pandangan, asas, dan teori para pakar yang memiliki
perhatian terhadap jalannya kehidupan bermasyarakat. Sementara itu,
peradilan merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan perkara hukum.
Sistem hukum dan peradilan saling berkaitan, keduanya membentuk suatu
sinergi kerja di bidang hukum secara menyeluruh di suatu negara.
Menurut Fuller (1971), ada delapan persyaratan untuk adanya suatu
sistem hukum. Delapan asas yang dinamakan principles of legality itu adalah
1) suatu sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan, tidak boleh
mengandung sekadar keputusan-keputusan yang bersifat ad hoc;
2) peraturan-peraturan yang telah dibuat itu harus diumumkan;
3) tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut karena jika itu terjadi, maka
peraturan itu tidak bisa dipakai untuk menjadi pedoman tingkah laku;
4) peraturan-peraturan harus disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti;
5) suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan-peraturan yang
bertentangan satu sama lain;
6) peraturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa
yang dapat dilakukannya;
7) tidak boleh ada kebiasaan untuk sering mengubah peraturan karena dapat
menyebabkan seseorang kehilangan orientasi;
8) harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan
pelaksanaannya sehari-hari.
d. Tujuan dan tugas hukum
Dalam pergaulan masyarakat terdapat aneka macam hubungan antara
anggota masyarakat, yakni hubungan yang ditimbulkan oleh kepentingankepentingan
anggota masyarakat itu. Untuk menjamin kelangsungan
keseimbangan dalam hubungan antara anggota masyarakat, diperlukan
aturan-aturan hukum yang diadakan atas kehendak dan kesadaran tiap-tiap
anggota masyarakat itu. Peraturan-peraturan hukum yang bersifat mengatur
dan memaksa anggota masyarakat untuk patuh mentaatinya, menyebabkan
terdapatnya keseimbangan dalam tiap perhubungan dalam masyarakat. Setiap
hubungan kemasyarakatan tak boleh bertentangan dengan ketentuanketentuan
dalam peraturan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Setiap
pelanggar hukum yang ada akan dikenai sanksi berupa hukuman sebagai
reaksi terhadap perbuatan yang melanggar hukum.
Untuk menjaga agar peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung
terus dan diterima oleh anggota masyarakat, maka peraturan-peraturan hukum
yang ada harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan asas-asas
keadilan dari masyarakat tersebut. Dengan demikian, hukum itu bertujuan
menjamin adanya kepastian hukum
dalam masyarakat dan hukum itu harus
pula bersendikan pada keadilan, yaitu
asas-asas keadilan dari masyarakat itu.
Adapun hukum mempunyai tugastugas
sebagai berikut.
1) Menjamin kepastian hukum bagi
setiap orang dalam masyarakat.
2) Menjaga jangan sampai terjadi
perbuatan main hakim sendiri dalam
pergaulan di masyarakat.
3) Menjamin ketertiban, ketentraman,
kedamaian, keadilan, kemakmuran,
kebahagiaan, dan kebenaran dalam masyarakat.
e. Unsur-unsur, sifat, dan ciri-ciri hukum
Dari beberapa perumusan tentang pengertian hukum di atas, dapatlah
diambil kesimpulan bahwa hukum itu meliputi unsur-unsur:
1) peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat,
2) peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib,
3) peraturan itu bersifat memaksa, dan
4) sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.
Agar tata tertib dalam masyarakat itu tetap terpelihara, maka haruslah
kaidah-kaidah hukum itu ditaati. Akan tetapi, tidaklah semua orang mau
menaati kaidah-kaidah hukum itu. Agar supaya sesuatu peraturan hidup
kemasyarakatan benar-benar dipatuhi dan ditaati sehingga menjadi kaidah
hukum, maka peraturan hidup kemasyarakatan itu harus diperlengkapi dengan
unsur memaksa. Dengan demikian, hukum itu mempunyai sifat mengatur
dan memaksa. Barangsiapa yang dengan sengaja melanggar sesuatu kaidah
hukum akan dikenakan sanksi yang berupa hukuman.
Sifat hukum yang demikian itu menunjukkan ciri-ciri hukum, yaitu
1) adanya perintah dan atau larangan,
2) perintah dan atau larangan itu harus dipatuhi setiap orang, dan
3) adanya sanksi atau hukuman.
f. Asas hukum
Asas hukum terdiri atas asas hukum umum dan asas hukum khusus.
1) Asas hukum umum ialah asas hukum yang berhubungan dengan
keseluruhan bidang hukum. P. Scholten mengemukakan adanya lima asas
hukum umum yang berlaku universal pada semua sistem hukum. Asas
tersebut ialah asas kepribadian, asas persekutuan, asas kesamaan, asas
kewibawaan, dan asas pemisahan antara baik dan buruk. Dalam asas
kepribadian, manusia menginginkan adanya kebebasan individu. Asas
kepribadian ini menunjuk pada pengakuan kepribadian manusia. Asas
persekutuan menghendaki adanya persatuan, kesatuan, cinta kasih, dan
keutuhan masyarakat. Asas kesamaan menghendaki adanya keadilan
dalam arti setiap orang ialah sama dalam hukum (equality before the
law). Keadilan merupakan realisasi dari asas kesamaan. Adapun asas
kewibawaan memperkirakan adanya ketidaksamaan. Keempat asas di
atas didukung oleh pemikiran bahwa dimungkinkan untuk memisahkan
antara baik dan buruk yang terkandung dalam asas pemisahan antara
baik dan buruk.
2) Asas hukum khusus ialah asas yang berlaku dalam lapangan hukum
tertentu. Asas hukum khusus berfungsi dalam bidang yang lebih sempit,
contohnya,
a) dalam hukum perdata berlaku asas pacta sunt servanda, abus de
droit, dan asas konsensualisme;
b) dalam hukum pidana berlaku asas praduga tidak bersalah atau asas
nebis in idem.
2. Tata hukum dan sistem hukum nasional
Sekarang ini, tak ada suatu bangsa didunia ini yang tidak mempunyai
hukumnya sendiri. Tata hukum bertujuan untuk mempertahankan, memelihara,
dan melaksanakan ketertiban hukum bagi suatu masyarakat dalam suatu negara
sehingga tercapai ketertiban dan ketentraman dalam negara tersebut. Tata hukum
merupakan hukum positif atau hukum yang sedang berlaku di dalam suatu negara
saat ini.
Konsep negara hukum terkait dengan sistem hukum yang dianut oleh negaranegara
bersangkutan. Berdasarkan literatur lama, pada dasarnya sistem hukum
di dunia terdiri atas dua kelompok besar, yaitu sistem hukum Eropa-Kontinental
dan sistem hukum Anglo-Saxon. Dalam perkembangannya, terdapat juga sistem
hukum lain, seperti sistem hukum Islam, sistem hukum sosialis, dan sistem-sistem
hukum yang menggabungkan sistem-sistem hukum di atas.
M. Tahir Azhary membagi konsep negara hukum menjadi lima macam.
a. Rule of Law, yakni konsep negara hukum yang diterapkan di negara-negara
Anglo-Saxon. Misalnya, Inggris dan Amerika Serikat.
b. Rechtsstaat, yakni konsep negara hukum yang diterapkan di negara-negara
Eropa-Kontinental, seperti Belanda, Jerman, dan Prancis.
c. Socialis legality, yakni konsep negara hukum yang diterapkan di negaranegara
komunis.
d. Konsep negara hukum Pancasila, merupakan konsep negara hukum yang
diterapkan di Indonesia.
e. Nomokrasi Islam, yakni konsep negara hukum yang pada umumnya
diterapkan di negara-negara Islam.
Komisi Hukum Nasional
Pengertian Komisi Hukum Nasional
Komisi Hukum Nasional dibentuk melalui Keputusan Presiden No. 15 tahun 2000
tanggal 18 Februari 2000. Pembentukan Komisi Hukum Nasional (KHN) ini adalah guna
mewujudkan sistem hukum nasional untuk menegakkan supremasi hukum dan hak-hak
asasi manusia berdasarkan keadilan dan kebenaran dengan melakukan pengkajian masalahmasalah
hukum, serta penyusunan rencana pembaruan di bidang hukum secara obyektif
dengan melibatkan unsur-unsur dalam masyarakat.
Tugas Komisi Hukum Nasional
1. Memberikan pendapat atas permintaan Presiden tentang berbagai kebijakan hukum
yang dibuat atau direncanakan oleh Pemerintah dan tentang masalah-masalah hukum
yang berkaitan dengan kepentingan umum dan kepentingan nasional.
2. Membantu presiden dengan bertindak sebagai Panitia Pengarah (Steering Committee)
dalam mendesain rencana umum pembaruan di bidang hukum yang sesuai dengan
cita-cita negara hukum dan rasa keadilan, dalam upaya mempercepat penanggulangan
krisis kepercayaan kepada hukum dan penegakkan hukum, serta dalam menghadapi
tantangan dinamika globalisasi terhadap sistem hukum di Indonesia.
Wawasan Hukum
3. Sistem hukum di Indonesia
a. Indonesia ialah negara hukum
Pasal 1 ayat (3) UUD RI Tahun 1945 berbunyi: “Negara Indonesia ialah
negara hukum”. Untuk mewujudkan negara hukum, maka segala
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara didasarkan pada
hukum. Oleh karena itu, pembangunan hukum nasional mutlak diperlukan.
Menurut pendapat Prof. R. Djokosutono, S.H., negara hukum ialah
negara yang mendasarkan pada kedaulatan hukum. Sementara itu, Prof.
Padmo Wahyono, S.Pd. berpendapat bahwa suatu negara dikatakan negara
hukum jika segala tindakan penguasa (negara) dapat dipertangungjawabkan
secara hukum. Indikasi lain yang membuktikan bahwa Indonesia adalah
negara hukum, di antaranya, sebagai berikut.
1) Pembukaan UUD RI Tahun 1945
a) Alinea pertama: “... kemerdekaan itu ialah
hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena
tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan”. Kalimat tersebut merupakan bentuk
pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia. Hal
demikian berarti sesuai dengan ciri dan prinsip
negara hukum ialah pengakuan adanya HAM.
b) Alinea kedua: “ ... mengantarkan rakyat
Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan
Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil, dan makmur”. Negara yang
merdeka, adil, dan makmur merupakan bagian
integral dari cita-cita negara hukum.
c) Alinea keempat: “... maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia
itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Indonesia, yang terbentuk dalam
suatu susunan Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat
dengan berdasar pada kemanusiaan yang adil dan beradab ...
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Adanya perkataan “adil dan keadilan sosial” merupakan indikasi dari
adanya negara hukum karena tujuan hukum ialah menciptakan keadilan.
2) Pasal-pasal UUD RI Tahun 1945
a) Pasal 4 ayat (1): “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintah menurut Undang-Undang Dasar”.
b) Pasal 27 ayat (1): “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
c) Pasal 28D ayat (1): “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
di hadapan hukum”.
d) Pasal 28I ayat (1): “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak
diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak
untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut, ialah hak asasi
manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”.
e) Pasal 28I ayat (5): “Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi
manusia sesuai prinsip negara hukum yang demokratis, maka
pelaksanaan hak asasi manusia dijamin diatur dan dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan.”
b. Pembangunan hukum nasional
Pasal I Aturan Peralihan UUD RI Tahun 1945 berbunyi: “Segala
peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum
diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”. Jadi, selama
peraturan perundang-undangan yang baru belum ada maka segala peraturan
perundang-undangan yang ada termasuk peraturan perundang-undangan
zaman kolonial dapat diberlakukan. Ketentuan ini bersifat sementara, dalam
pengertian bangsa Indonesia harus segera melakukan pembangunan hukum
agar tercipta peraturan perundang-undangan yang dihasilkan sendiri dari
bangsa Indonesia, bukan warisan kolonial.
Hukum nasional yang merupakan warisan hukum kolonial, antara lain,
1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),
2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), dan
3) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
Hukum pidana yang berlaku di Indonesia sebagian besar telah dikodifikasi
dalam suatu kitab undang-undang, yaitu KUH Pidana. Sebagian lagi tersebar
dalam berbagai peraturan perundang-undangan, seperti peraturan lalu lintas,
peraturan tentang tindak pidana subversif, dan tindak pidana terorisme. Selain
sudah terkodifikasi, hukum pidana kita juga telah diunifikasi, artinya berlaku
bagi semua golongan rakyat Indonesia.
Pembangunan hukum nasional Indonesia didasarkan pada UUD 1945
sebagai hukum dasar nasional, sedangkan Pancasila digunakan sebagai
sumber hukum dasar nasional. Salah satu hasil pembangunan hukum nasional
Indonesia ialah telah disusunnya sumber hukum dan tata peraturan perundangundangan
RI. Hal itu tertuang dalam Ketetapan MPR No. III/MPR/2000
tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan.
Ketetapan tersebut kemudian dinyatakan tidak berlaku lagi setelah
terbentuknya Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan yang didalamnya diatur tentang Tata Urutan
Peraturan Perundang-undangan.
Prinsip pembentukan peraturan hukum nasional adalah bahwa peraturan
yang sederajat atau lebih tinggi dapat menghapuskan atau mencabut peraturan
yang sederajat atau yang lebih rendah. Dalam hal peraturan yang sederajat
bertentangan dengan peraturan sederajat lainnya (dalam arti sejenis), maka
berlaku peraturan yang terbaru dan peraturan yang lama dianggap telah
dikesampingkan (lex posterior derogat priori). Apabila peraturan yang lebih
tinggi tingkatnya bertentangan dengan peraturan yang lebih rendah, maka
berlaku peraturan yang lebih tinggi tingkatannya. Untuk peraturan yang
mengatur hal yang merupakan kekhususan dari hal yang umum (dalam arti
sejenis) yang diatur oleh peraturan yang sederajat, maka berlaku peraturan
yang mengatur hal khusus tersebut (lex specialis derogat lex generalis).
Pembentuk peraturan perlu bersepakat bahwa dalam hal peraturan
perundang-undangan sederajat yang mengatur bidang-bidang khusus, maka
peraturan perundang-undangan yang mengatur bidang umum yang berkaitan
dengan bidang khusus tersebut dikesampingkan. Dengan demikian, pembentuk
peraturan perundang-undangan (perancang) dituntut untuk selalu melakukan
tugas pengharmonisan dan sinkronisasi dengan peraturan yang ada dan/atau
terkait pada waktu menyusun peraturan.
Setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus senantiasa
berdasarkan pada ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Peraturan tersebut ialah UU No. 10 tahun
2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; Peraturan
Presiden No. 61 tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan dan Pengelolaan
program Legislasi Nasional; Peraturan Presiden No. 68 tahun 2005 tentang
Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan
Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden; serta Peraturan Presiden
No. 1 tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan
Peraturan Perundang-undangan.
Seiring dengan hal tersebut, Pasal 53 ayat (3) UU No. 24 tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi menyebutkan secara tegas bahwa pemohon
pengujian UU terhadap UUD 1945 harus menguraikan dalam permohonannya
mengenai pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan
berdasarkan UUD 1945, dan atau materi muatan dalam ayat, pasal, dan atau
bagian UU dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Proses pembuatan
undang-undang maupun peraturan perundang-undangan memegang peranan
yang cukup penting dalam menentukan eksistensi jati diri suatu undangundang/
peraturan perundang-undangan hukum nasional.
Peraturan perundang-undangan ditaati secara spontan, bukan dengan
paksaan. Suatu peraturan perundang-undangan harus mempunyai dasar
berlaku yang baik. Biasanya ada tiga dasar agar suatu peraturan perundangundangan
mempunyai kekuatan berlaku yang baik, yaitu mempunyai dasar
yuridis, sosiologis, serta filosofis.
Van der Vlies dan Prof. Hamid S. Attamimi berpendapat bahwa
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik meliputi asas-asas
formal dan material. UU No. 10 tahun 2004 menetapkan asas formal
pembentukan peraturan perundangan meliputi:
1) kejelasan tujuan,
2) kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat,
3) kesesuaian antara jenis dan materi muatan,
4) dapat dilaksanakan,
5) kedayagunaan dan kehasilgunaan,
6) kejelasan rumusan, dan
7) keterbukaan.
Sementara, asas material pembentukan peraturan perundangan
sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 6 UU No. 10 tahun 2004 adalah
1) pengayoman,
2) kemanusiaan,
3) kebangsaan,
4) kekeluargaan,
5) kenusantaraan,
6) bhinneka tunggal ika,
7) keadilan,
8) kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan,
9) ketertiban dan kepastian hukum, dan atau
10) keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Bilamana Suatu Undang-Undang Mulai Sah Berlaku?
Syarat untuk berlakunya suatu undang-undang ialah setelah diundangkan dalam
Lembaga Negara (Lembaran Negara adalah tempat perundangan peraturan-peraturan
Negara agar supaya sah berlaku) oleh Sekertaris Negara dan tanggal mulai berlakunya
suatu undang-undang ialah menurut tanggal yang ditentukan dalam undang-undang itu
sendiri. Jika tanggal berlakunya itu tidak disebutkan dalam undang-undang, maka undangundang
itu mulai berlaku 30 hari sesudah diundangkan dalam Lembaran Negara untuk
Jawa dan Madura, sedangkan untuk daerah-daerah lainnya baru mulai berlaku 100 hari
setelah perundangannya.
Berkenaan dengan berlakunya suatu undang-undang, kita mengenal beberapa asas
peraturan perundangan: (a) undang-undang tidak berlaku surut, (b) undang-undang yang
dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula, (c)
undang-undang yang bersifat khusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat
umum, (d) undang-undang yang berlaku kemudian membatalkan undang-undang yang
terdahulu (yang mengatur hal tertentu yang sama), dan (e) undang-undang tak dapat
diganggu-gugat.
Wawasan Hukum
4. Penggolongan hukum
a. Menurut sumber hukum
Sumber hukum adalah segala sesuatu yang berupa tulisan, dokumen,
naskah, dan sebagainya, yang dipergunakan oleh suatu bangsa sebagai
pedoman hidupnya pada masa tertentu. Menurut Tjipto Rahardjo, sumber
yang melahirkan hukum digolongkan dari dua kategori, yaitu sumber-sumber
yang bersifat hukum dan yang bersifat sosial. Sumber yang bersifat hukum
merupakan sumber yang diakui oleh hukum sendiri sehingga secara langsung
dapat melahirkan atau menciptakan hukum. Adapun sumber hukum menurut
Sudikno Mertokusumo terbagi atas dua hal.
1) Sumber hukum material adalah tempat dari mana materi itu diambil.
Sumber hukum material ini merupakan faktor yang membantu
pembentukan hukum, misalnya, hubungan sosial, hubungan kekuatan
politik, situasi sosial ekonomi, tradisi (pandangan keagamaan, kesusilaan),
hasil penelitian ilmiah, perkembangan internasional, dan keadaan
geografis.
2) Sumber hukum formal merupakan tempat atau sumber dari mana suatu
peraturan memperoleh kekuatan hukum. Hal ini berkaitan dengan bentuk
atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu formal berlaku.
Sumber hukum formal ialah undang-undang, perjanjian antarnegara,
yurisprudensi, dan kebiasaan.
Berikut macam-macam sumber hukum yang berlaku di Indonesia.
1) Kebiasaan hukum tidak tertulis
Kebiasaan ialah sumber hukum tertua, sumber dari mana dikenal atau
dapat digali sebagian dari hukum di luar undang-undang. Kebiasaan
merupakan tindakan menurut pola tingkah laku yang tetap, ajeg, lazim, normal
dalam masyarakat atau pergaulan hidup tertentu yang diulang-ulang terhadap
hal yang sama dan kemudian diterima serta diakui oleh masyarakat. Di dalam
masyarakat, keberadaan hukum tidak tertulis (kebiasaan) diakui sebagai salah
satu norma hukum yang dipatuhi. Dalam praktik penyelenggaraan negara,
hukum tidak tertulis disebut konvensi. Hukum tidak tertulis dipatuhi karena
adanya kekosongan hukum tertulis yang sangat dibutuhkan masyarakat/
negara. Oleh karena itu, hukum tidak tertulis (kebiasaan) sering digunakan
oleh para hakim untuk memutuskan perkara yang belum pernah diatur di
dalam undang-undang.
2) Doktrin
Doktrin adalah pendapat para ahli hukum terkemuka yang dijadikan dasar
atau asas-asas penting dalam hukum dan penerapannya. Pendapat para
sarjana hukum yang ternama juga mempunyai kekuasaan dan pengaruh dalam
pengambilan keputusan oleh hakim. Ketika akan menetapkan apa yang akan
menjadi dasar keputusannya, hakim sering menyebut atau mengutip pendapat
Telaah Konstitusi
seorang sarjana hukum mengenai soal yang harus diselesaikannya. Pendapat
itu menjadi dasar keputusan hakim tersebut. Doktrin bisa menjadi sumber
hukum formal apabila digunakan oleh para hakim dalam memutuskan perkara
melalui yurisprudensi di mana doktrin tersebut menjadi alasan atau dasar
hakim dalam memutuskan perkara tersebut.
Setelah mengerti dan memahami tentang doktrin sebagai salah satu sumber hukum,
terutama dalam menyelesaikan sengketa-sengketa internasional, selanjutnya
kerjakan langkah-langkah berikut.
1. Buatlah sebuah tulisan singkat (3–4 halaman) mengenai pendapat Anda
tentang sebuah peristiwa sengketa internasional yang penyelesaiannya
menggunakan kebiasaan-kebiasaan internasional (international custom)!
2. Anda dapat melengkapinya dengan mencari bahan-bahan tambahan dari
berbagai sumber, seperti internet, buku-buku pengetahuan umum, majalah,
atau surat kabar.
3. Kumpulkan paper singkat Anda kepada guru untuk dinilaikan.
3) Undang-undang
Pengertian undang-undang dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
undang-undang dalam arti material dan undang-undang dalam arti formal.
a) Undang-undang dalam arti material ialah setiap peraturan yang
dikeluarkan oleh pemerintah yang dilihat dari isinya disebut undangundang
dan mengikat setiap warga negara secara umum. Di dalam
UUD 1945, dapat kita jumpai beberapa contoh, seperti undang-undang
dasar, ketetapan MPR, undang-undang, peraturan perundang-undangan,
peraturan pemerintah, keputusan presiden, dan peraturan daerah.
b) Undang-undang dalam arti formal ialah setiap keputusan penguasa yang
dilihat dari bentuknya dan cara terjadinya dapat disebut undang-undang.
Jadi, undang-undang dalam arti formal merupakan ketetapan penguasa
yang memperoleh sebutan undang-undang karena cara pembentukannya.
Misalnya, ketentuan Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 (amendemen) yang
berbunyi: “Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”. Jadi, undang-undang
yang dibentuk oleh presiden bersama DPR tersebut dapat diakui sebagai
sumber hukum formal karena dibentuk oleh yang berwenang sehingga
derajat peraturan itu sah sebagai undang-undang.
4) Yurisprudensi
Yurisprudensi ialah keputusan hakim terdahulu terhadap suatu perkara
yang tidak diatur oleh undang-undang dan dijadikan pedoman oleh hakim
lainnya dalam memutuskan perkara yang serupa.
Munculnya yurisprudensi dikarenakan adanya peraturan
perundang-undangan yang kurang maupun tidak jelas
pengertiannya sehingga menyulitkan hakim dalam
memutuskan suatu perkara. Untuk itu, hakim membuat
maupun membentuk hukum baru dengan cara
mempelajari putusan-putusan hakim terdahulu, khususnya
tentang perkara-perkara yang sedang dihadapinya.
Diakuinya yurisprudensi sebagai sumber hukum
didasarkan pada bunyi Pasal 22B Algemeene Bepalingen
van Wetgeving voor Indonesia (AB) atau ketentuan-ketentuan umum tentang
peraturan perundangan untuk Indonesia yang menyatakan bahwa hakim tidak
boleh menolak untuk menyelesaikan suatu perkara dengan alasan bahwa
peraturan perundangan yang bersangkutan tidak menyebutkan, tidak jelas
atau tidak lengkap, maka ia dapat dituntut untuk dihukum karena menolak
mengadili. Hal itu sesuai dengan Pasal 16 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004
tentang kekuasaan kehakiman yang berbunyi: “Pengadilan tidak boleh
menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang
diajukan dengan dalih hanya hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan
wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”.
Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia
Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia ialah putusan Majelis Hakim
Agung di Mahkamah Agung Republik Indonesia yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap berisi kaidah hukum yang diberlakukan dalam memeriksa dan memutus perkara dalam
lingkup Peradilan Pidana, Perdata, Tata Usaha Negara, Agama, dan Niaga yang dikualifikasi.
Beberapa yurisprudensi Mahkamah Agung RI telah beberapa kali dipergunakan sebagai
acuan bagi para hakim untuk memutus suatu perkara yang sama sehingga menjadi sumber
hukum yang memiliki kekuatan mengikat secara relatif.
Putusan Mahkamah Agung tersebut akan diseleksi oleh Tim Khusus dan apabila
dianggap layak untuk menjadi yurisprudensi maka akan dipublikasikan oleh Mahkamah
Agung. Judul atau nama dari publikasi tersebut disesuaikan dengan tahun terbitannya,
misalnya, yurisprudensi Mahkamah Agung tahun 2008. Penerbitan buku tersebut biasanya
dilakukan setiap tahun. Adapun putusan yang diterbitkan oleh Puslitbang ialah hasil
kajian atau penelitian terhadap putusan suatu kasus yang dianggap menarik. Buku
yurisprudensi ini dibagikan secara gratis. Namun karena banyak pihak lain di luar korps
hakim dan perpustakaan, khususnya kalangan pengacara, yang ingin memiliki
yurisprudensi MA, maka biasanya pihak MA akan mencari dana di luar dana APBN untuk
mencetak lebih banyak lagi buku yurisprudensi tersebut dan menjualnya ke masyarakat
yang berminat.
Kata Bijak
Keharmonisan dalam
rumah tangga, akan
hadir ketertiban dalam
negara. Dan bila ada
ketertiban dalam
negara, akan hadir
kedamaian di dunia.
Pepatah Cina
Wawasan Hukum
5) Traktat
Traktat ialah perjanjian dalam hubungan internasional antara satu negara
dengan negara lainnya. Apabila dua orang mengadakan kata sepakat
(konsensus) tentang sesuatu hal, maka mereka lalu mengadakan perjanjian.
Akibat perjanjian ini ialah pihak-pihak yang bersangkutan terikat pada isi
perjanjian yang mereka adakan itu. Hal ini disebut pacta sunt servanda,
yang berarti bahwa perjanjian mengikat pihak-pihak yang mengadakannya
atau setiap perjanjian harus ditaati dan ditepati. Traktat dapat dibedakan
menjadi dua.
a) Traktat bilateral ialah perjanjian yang diciptakan oleh dua negara. Traktat
ini bersifat tertutup karena hanya melibatkan dua negara yang
berkepentingan. Misalnya, Perjanjian Dwi-Kewarganegaraan antara
Indonesia dan RRC.
b) Traktat multilateral ialah perjanjian yang dibuat atau dibentuk oleh lebih
dari dua negara. Contohnya, perjanjian internasional tentang pertahanan
bersama negara-negara Eropa (NATO). Apabila ada traktat multilateral
yang memberikan kesempatan pada negara-negara yang semula tidak
turut mengadakannya, tetapi kemudian juga menjadi pihaknya, maka
traktat tersebut adalah traktat kolektif atau traktat terbuka, misalnya,
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
b. Menurut sasarannya
1) Hukum satu golongan, yaitu hukum yang berlaku bagi satu golongan tertentu.
2) Hukum semua golongan, yaitu hukum yang berlaku bagi semua golongan
tanpa kecuali. Contohnya, UU No. 12/2006 tentang Kewarganegaraan.
3) Hukum antargolongan, yaitu hukum yang mengatur untuk kepentingan
tertentu dengan golongan lain. Contohnya, UU No. 2/1958 tentang Dwi-
Kewarganegaraan RI-RRC.
c. Menurut Bentuknya
1) Hukum tertulis, yaitu hukum yang dapat kita temui dalam bentuk tertulis,
resmi, dan dicantumkan dalam berbagai peraturan negara. Contohnya, UUD
1945. Mengenai hukum tertulis, ada yang telah dikodifikasikan dan yang belum
dikodifikasikan. Kodifikasi ialah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam
kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
2) Hukum tidak tertulis, yaitu kebiasaan-kebiasan yang tumbuh dan terpelihara
dalam masyarakat atau hukum yang masih hidup dan tumbuh dalam keyakinan
masyarakat tertentu (hukum adat). Dalam praktik ketatanegaraan, hukum
tidak tertulis disebut konvensi. Contohnya, pidato kenegaraan presiden setiap
tanggal 16 Agustus.
d. Menurut isinya
1) Hukum publik
Hukum publik (hukum negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan
antara negara dan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara negara dengan
perseorangan (warga negara). Dalam arti formal, hukum publik mencakup
hukum acara, hukum tata negara, hukum administrasi negara, dan hukum
pidana.
a) Hukum Acara
Hukum acara disebut juga hukum
formal (pidana dan perdata). Hukum acara
atau hukum formal ini adalah rangkaian
kaidah hukum yang mengatur cara-cara
bagaimana mengajukan suatu perkara
kemuka suatu badan peradilan serta caracara
hakim memberikan putusan. Hukum
acara dibedakan menjadi dua, yaitu hukum
acara pidana dan hukum acara perdata.
Hukum acara pidana adalah
rangkaian peraturan hukum yang
menentukan bagaimana cara-cara
mengajukan ke depan pengadilan perkaraperkara
kepidanaan, bagaimana cara-cara menjatuhkan hukuman oleh
hakim, dan jika ada orang yang disangka melanggar aturan hukum pidana
yang telah ditetapkan sebelum perbuatan melanggar hukum itu terjadi.
Adapun hukum acara perdata adalah rangkaian peraturan hukum yang
menentukan bagaimana cara-cara mengajukan ke depan pengadilan
perkara-perkara keperdataan dalam arti luas.
b) Hukum tata negara
Hukum tata negara ialah peraturan-peraturan hukum yang mengatur
tentang bentuk, sifat, serta tugas negara berikut susunan pemerintahan
serta ketentuan yang menetapkan hak serta kewajiban warga negara
terhadap pemerintah. Demikian pula sebaliknya, hak serta kewajiban
pemerintahan terhadap warga negarnya. Hukum tata negara hanya
khusus menyorot negara tertentu saja yang menitikberatkan pada halhal
yang bersifat mendasar dari negara.
c) Hukum administrasi negara
Hukum administrasi negara ialah peraturan yang mengatur ketentuan
mengenai hubungan antara alat perlengkapan negara serta kekuasaan
negara maupun antara warga negara serta perlengkapan negara. Jadi,
hukum administrasi negara mengatur mengenai hal-hal yang bersifat
teknis dari negara.
d) Hukum pidana
Hukum pidana ialah hukum yang mengatur tentang pelanggaran serta
kejahatan terhadap kepentingan umum sehingga perbuatan tersebut
diancam dengan hukuman. Bentuk maupun jenis pelanggaran serta
kejahatan tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP). Pelanggaran ialah perbuatan yang diancam dengan hukuman
denda. Misalnya, pengendara motor tidak membawa SIM atau tidak
mengenakan helm. Kejahatan ialah perbuatan yang melawan hukum
mengenai persoalan besar. Misalnya, penganiayaan, pembunuhan, dan
pencurian.
Hukum pidana tidak berlaku terhadap perbuatan yang dilakukan
sebelum undang-undang ini diadakan. Prinsip ini sesuai dengan Pasal 1
ayat (1) KUHP, yang menyatakan bahwa suatu perbuatan tidak dapat
dihukum selain atas kekuatan aturan pidana dalam undang-undang yang
diadakan sebelum perbuatan itu terjadi.
2) Hukum privat
Pada pengertian luas, hukum privat (perdata) ialah rangkaian peraturan
hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang
yang lainnya, dengan menitikberatkan pada kepentingan perseorangan.
Pembagian dan sistematika hukum perdata adalah sebagai berikut.
a) Hukum kekayaan
Pengertian hukum kekayaan
adalah peraturan hukum yang
mengatur tentang hubungan-hubungan
hukum yang dapat dinilai dengan
uang. Hukum kekayaan mengatur
benda (segala barang serta hak yang
dapat menjadi milik orang maupun
objek hak milik) serta hak-hak yang
dapat dimiliki atas benda. Hukum ini
mencakup dua hal berikut.
(1) Hukum benda, yakni hukum yang
mengatur hak-hak kebendaan yang bersifat mutlak. Artinya, hak
terhadap benda diakui serta dihormati oleh setiap orang.
(2) Hukum perikatan, yaitu hukum yang mengatur hubungan yang
bersifat kehartaan antara dua orang atau lebih. Pihak pertama berhak
atas sesuatu prestasi (pemenuhan sesuatu), sedangkan pihak lain
wajib memberikan sesuatu. Pihak yang wajib memenuhi perikatan
tersebut disebut debitur, sedangkan pihak yang berhak atas
pemenuhan sesuatu perikatan disebut kreditur. Objek perikatan ialah
prestasi, yaitu hal pemenuhan perikatan.
b) Hukum perorangan
Pengertian hukum perorangan ialah himpunan peraturan yang
mengatur manusia sebagai subjek hukum dan tentang kecakapannya
memiliki hak-hak serta bertindak sendiri dalam melaksanakan hak-haknya
itu. Manusia dan badan hukum (PT, CV, Firma, dan sebagainya)
merupakan “pembawa hak” atau sebagai “subjek hukum”.
c) Hukum waris
Hukum yang mengatur benda atau kekayaan seseorang jika ia
meninggal dunia disebut hukum waris. Hukum ini mengatur akibat dari
hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang. Hukum waris
mengatur pembagian harta peninggalan, ahli waris, urutan penerima
waris, hibah, serta wasiat.
d) Hukum keluarga
Hukum keluarga ialah hukum yang memuat rangkaian peraturan
yang timbul dari pergaulan hidup keluarga. Hubungan keluarga terjadi
sebagai akibat adanya perkawinan yang sah antara seorang laki-laki
dan perempuan.
e) Hukum dagang dan hukum adat
(1) Hukum dagang
Hukum dagang ialah sebuah hukum yang mengatur hubungan
hukum antara manusia serta badan hukum satu sama lainnya dalam
permasalahan perdagangan atau perniagaan. Berikut hal-hal yang
diatur dalam hukum dagang.
Hukum dagang bisa juga disebut hukum perdata dalam
pengertian sempit. Van Khan berpendapat bahwa hukum dagang
ialah satu tambahan hukum perdata, tambahan khsusus (lex spesialis).
Hukum dagang tidaklah berdiri sendiri lepas dari hukum perdata,
melainkan melengkapi hukum perdata.
(2) Hukum adat
Hukum adat ialah peraturan
hukum yang tumbuh serta
berkembang pada masyarakat
tertentu dan hanya dipatuhi oleh
masyarakat yang bersangkutan.
Hukum adat biasanya merupakan
perbuatan berulang-ulang
terhadap hal yang sama,
kemudian diterima serta disetujui
oleh masyarakat sehingga bagi
orang yang melanggarnya akan
merasa bertentangan dengan
perasaan hukum. Beberapa contoh hukum adat ialah perkawinan
adat Batak berdasarkan garis keturunan patrilineal, tata cara pernikahan
daerah Jawa, dan pembagian warisan (adat) di Minangkabau menurut
garis keturunan matrilineal.
e. Menurut wujudnya
1) Hukum subjektif, yakni hukum yang timbul dari hukum objektif yang
dihubungkan dengan seseorang tertentu. Contohnya, UU No. 1/74 tentang
Perkawinan.
2) Hukum objektif, yaitu hukum dalam negara yang berlaku umum dan tidak
mengenal orang atau golongan tertentu. Contohnya, UU No. 14/92 tentang
Lalu Lintas.
f. Menurut waktu berlakunya
1) lus contitutum atau hukum positif, yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi
suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu atau hukum yang
berlaku bagi suatu masyarakat pada suatu waktu, dalam suatu tempat tertentu.
Ada sarjana yang menamakan hukum positif itu ‘Tata Hukum’.
2) lus constituendum, yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang
akan datang.
3) Hukum antarwaktu, yaitu hukum yang berlaku di mana-mana segala waktu
dan untuk segala bangsa di dunia. Hukum ini tak mengenal batas waktu
melainkan berlaku untuk selama-lamanya (abadi) terhadap siapapun juga
diseluruh tempat.
g. Menurut ruang atau wilayah berlakunya
1) Hukum lokal, yaitu hukum yang hanya berlaku di suatu daerah tertentu.
Contohnya, Hukum Adat Batak, Jawa, Dayak, dan Minangkabau.
2) Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku di suatu negara tertentu.
Contohnya, Hukum Nasional Indonesia, Malaysia, dan Amerika Serikat.
3) Hukum internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antara
dua negara atau lebih. Contohnya, hukum perang dan hukum perdata
internasional.
h. Menurut tugas dan fungsi
Berdasarkan tugas dan fungsinya, hukum terbagi atas hukum material
dan hukum formal. Hukum yang mengatur peraturan yang berhubungan
dengan kepentingan yang berwujud perintah dan larangan disebut hukum
material. Misalnya, hukum pidana, hukum perdata, dan hukum dagang. Hukum
yang mengatur cara bagaimana mempertahankan berlakunya hukum material
apabila hukum material dilanggar disebut hukum acara atau formal. Misalnya,
bagaimana cara mengajukan tuntutan dan cara hakim mengambil keputusan.
B. Peranan Lembaga Peradilan
Menjalankan hukum sebagaimana mestinya memerlukan sarana-sarana penegakan
hukum. Untuk itu, dibentuklah lembaga penegakan hukum (law enforces) dan pejabatpejabat
penegak hukum yang meliputi kepolisian, badan kehakiman (MA dan lembagalembaga
peradilan di bawahnya), dan kejaksaan.
1. Kedudukan lembaga peradilan
Lembaga penegakan hukum di Indonesia disebut pengadilan atau badan
peradilan. Alat perlengkapan negara yang diberi tugas mempertahankan tetap
tegaknya hukum nasional disebut pengadilan atau lembaga peradilan. Menjalankan
peradilan dengan seadil-adilnya merupakan tugas pengadilan. Menerima,
memeriksa, dan mengadili, serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan
kepadanya adalah tugas pokok badan-badan peradilan. Peranan lembaga peradilan
merupakan bagian integral dalam rangkaian mewujudkan cita-cita dan tujuan RI
dalam Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Benteng terakhir untuk mencari
keadilan dan sebagai pelaksana cita-cita negara hukum merupakan peranan
lembaga peradilan juga, sebagaimana diamanatkan oleh UUD RI Tahun 1945
Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi: “Indonesia adalah negara hukum”. Oleh sebab
itu, prinsip peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan dengan biaya ringan
(Pasal 4 ayat (2) UU No. 4 tahun 2004).
Pasal 24 UUD RI Tahun 1945 menentukan bahwa kekuasaan kehakiman
“… dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada
di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh
sebuah Mahkamah Konstitusi. Ketentuan ini menjadi ketentuan dasar bagi
pengaturan lembaga peradilan di Indonesia. Jadi, ada dua lembaga pemegang
kekuasaan kehakiman di Indonesia, yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah
Konstitusi.
2. Jenis-jenis lembaga peradilan di Indonesia
Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara
yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik
Indonesia. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004, kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya
dalam dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi.
Sumber: Ilustrasi penulis
Bagan 2.1
Susunan badan atau lembaga peradilan yang ada di Indonesia.
Berdasarkan bagan tersebut, badan peradilan dapat diklasifikasikan
berdasarkan tingkatannya sebagai berikut.
a. Pengadilan sipil
1) Peradilan umum
Salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari
keadilan disebut peradilan umum. Pada umumnya, jika rakyat melakukan
suatu pelanggaran atau kejahatan, maka menurut peraturan dapat dihukum
atau dikenakan sanksi dan akan diadili dalam lingkungan peradilan umum.
Saat ini peradilan umum diatur berdasarkan UU No.2 tahun 1986 (Lembaran
Negara No. 20 tahun 1986). Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan
umum dilaksanakan oleh pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan Mahkamah
Agung sebagai pengadilan negara tertinggi sebagaimana diatur dalam Pasal
3 ayat (1) UU No. 2 tahun 1986.
a) Pengadilan negeri (PN)
Pengadilan tingkat pertama adalah pengadilan negeri, yaitu suatu
pengadilan umum yang sehari-hari memeriksa dan memutuskan perkara
dalam tingkat pertama dari segala perkara perdata dan pidana sipil untuk
semua golongan penduduk (warga negara dan orang asing).
Mahkamah Agung
Pengadilan Tinggi
Umum/Sipil
Pengadilan Tinggi
Agama
Pengadilan Tinggi
Militer
Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara
Pengadilan Negeri
Umum/Sipil
Pengadilan Negeri
Agama
Pengadilan
Militer
Pengadilan
Tata Usaha Negara
Kedudukan pengadilan negeri adalah di ibu kota kabupaten/kota dan
daerah hukumnya meliputi kabupaten/kota. Penempatan kejaksaan negeri
pada tiap-tiap pengadilan negeri adalah sebagai alat pemerintah yang
bertindak sebagai penuntut umum dalam suatu perkara pidana terhadap
si pelanggar hukum.
Perkara-perkara dalam pengadilan negeri secara umum diadili oleh
majelis hakim yang terdiri atas satu hakim ketua dan dua hakim anggota,
dibantu oleh seorang panitera. Kecuali untuk masalah/perkara-perkara
ringan yang ancaman hukumannya kurang dari satu tahun, contohnya,
perkara pelanggaran lalu lintas. Untuk masalah atau perkara seperti ini,
persidangannya dipimpin oleh hakim tunggal (Summier).
1. Buatlah kelompok kerja yang terdiri atas 4–5 orang, laki-laki dan perempuan.
2. Kunjungilah pengadilan negeri di kota tempat tinggal Anda.
3. Buatlah skema struktur organisasi pengadilan negeri tersebut (lengkap dengan
personal-personalnya), kemudian carilah informasi tentang tugas pokok dan
fungsi tiap-tiap elemen dalam struktur organisasi tersebut.
4. Presentasikanlah hasil wawancara kelompok Anda di depan kelompok lain di
kelas. Mintalah guru bertindak sebagai penilai.
b) Pengadilan tinggi (PT)
Pengadilan tingkat dua atau pengadilan banding adalah pengadilan
tinggi, yaitu pengadilan yang memeriksa kembali perkara yang telah
diputuskan oleh pengadilan negeri. Pengadilan tinggi berkedudukan di
ibu kota provinsi. Ketua pengadilan tinggi merupakan seorang kepala
pada tiap-tiap pengadilan tinggi. Pengadilan tinggi biasanya hanya
memeriksa atas dasar pemeriksaan berkas perkara, walaupun tidak
menutup kemungkinan menggelar persidangan seperti biasa. Empat belas
hari setelah vonis pengadilan negeri merupakan tenggang waktu yang
biasa dilakukan untuk mengajukan banding.
Tugas dan wewenang pengadilan tinggi meliputi:
(1) memimpin pengadilan-pengadilan negeri di dalam daerah hukumnya;
(2) memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana serta
perdata di tingkat banding;
(3) memerintahkan agar mengirim berkas-berkas perkara dan suratsurat
untuk memberi penilaian tentang kecakapan dan kerajinan para
hakim;
(4) mengawasi perbuatan hakim pengadilan negeri di dalam daerah
hukumnya Tanggap Sosial.
(5) memberi peringatan, teguran, dan petunjuk yang dipandang perlu
kepada pengadilan negeri dalam daerah hukumnya;
(6) mengadili di tingkat pertama dan terakhir serta memiliki kewenangan
mengadili antarperadilan negeri di daerah hukumnya;
(7) melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di dalam daerah
hukumnya dan menjaga supaya peradilan itu diselenggarakan dengan
cara saksama dan wajar.
Susunan anggota yang ada pada pengadilan tinggi, yaitu (1) pimpinan
(ketua pengadilan dan wakil ketua), (2) hakim anggota, (3) panitera,
dan (4) sekretaris.
Upaya Pemberantasan Mafia Peradilan
“Artalyta Suryani Tinggal di Sel Mewah”
Inspeksi mendadak digelar Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum ke Rumah
Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur, Ahad (10/1) malam. Anggota Satgas terkejut karena
menemukan beberapa napi memiliki ruang khusus selain sel penjara. Fasilitas rutan Artalyta
Suryani alias Ayin, terpidana kasus suap terhadap jaksa Urip Tri Gunawan, yang mewah
bak hotel berbintang lima mengejutkan banyak pihak. Hal itu menunjukkan secara kasat
mata adanya mafia peradilan. Secara jelas, Ayin mendapatkan perlindungan berlebihan
sebagai seorang tahanan.
Pantauan detikcom di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur, Senin (11/1) kamar Ayin
berukuran 3×6 meter di Blok Anggrek 1 A. Adapun fasilitas yang didapat di dalammya
adalah sebagai berikut.
1. Ruangan ini dilengkapi AC dan TV. Di ruangan ini, juga ada ranjang atau tempat tidur
yang nyaman. Selain itu, Ayin juga mempunyai meja kerja di ruangan itu. Saat sidak,
Ayin pun kepergok sedang melakukan perawatan kulit di ruangan khususnya tersebut.
2. Di dalam kamar seluas itu, terdapat kamar mandi berukuran 1 x 1,5 meter persegi berisi
bak mandi bersih dan kloset duduk, ada gorden warna merah muda di salah satu
sisinya. Di salah satu sisi dindingnya yang juga menempel bak mandi, terdapat
perlengkapan mandi lengkap dan beberapa alat kosmetik.
3. Selain itu, terdapat spring bed berukuran double. Di kanan tempat tidur itu terdapat
meja plus kaca rias lengkap dengan peralatan kosmetik.
4. Di depan meja rias itu terdapat alat fitness yang dijadikan gantungan baju. Beberapa
baju tampak digantung dan dibungkus plastik seperti baru dicuci dari laundry.
Fasilitas Kelonggaran yang Dinikmati Artalyta Suryani
1. Artalyta Suryani bisa leluasa meninggalkan Rutan Pondok Bambu (2 kali), tempat ia
ditahan. Ayin menjelaskan kepergian pertamanya ke luar rutan untuk keperluan periksa
gigi, sedangkan yang kedua untuk melayat anggota keluarganya yang meninggal.
2. Artalyta Suryani pernah mengadakan rapat dengan para karyawan karena katanya,
dia harus mengurusi 70 puluh ribu sampai 80 ribu karyawan. Selain itu, ia juga memiliki
ruang kantor di lantai 3. Ruangan itu juga bak kamar di hotel berbintang.
Temuan hasil sidak berupa fasilitas mewah di ruang tahanan narapidana telah
dilaporkan kepada Presiden SBY. Laporan disampaikan tengah malam seusai Satgas
melakukan inspeksi mendadak di LP Wanita, Pondok Bambu, Jaktim Senin (11/1). Di dalam
Keppres 37/2009 dinyatakan bahwa Satgas Pemberantasan Mafia Hukum wajib
menyampaikan laporan perkembangan hasil kerja kepada Presiden SBY setiap tiga bulan.
Tetapi sewaktu-waktu Satgas bisa saja menyampaikan laporannya bila ada temuan atau
capaian penting untuk segera mendapatkan tindak lanjut.
Sumber: Metrotvnews.com, Jakarta:
Headline News/Hukum & Kriminal/Senin, 11 Januari 2010 03:06 WIB
Setelah membaca berita di atas, berikanlah ulasan Anda tentang perlunya
pemberantasan mafia peradilan dalam bentuk tulisan singkat (1–2 halaman).
Kumpulkanlah hasil tulisan Anda kepada guru untuk dinilaikan!
c) Mahkamah Agung (MA)
Pengadilan umum tertinggi di Indonesia dipegang oleh Mahkamah
Agung yang berkedudukan di ibu kota (Indonesia, Jakarta) atau di tempat
yang ditetapkan oleh presiden. Daerah hukumnya adalah seluruh wilayah
Indonesia. Melakukan pengawasan tertinggi atas segala tindakantindakan
pengadilan lain di seluruh Indonesia dan menjamin agar hukum
dilaksanakan dengan sepatutnya merupakan kewajiban utama MA.
Kedudukan MA berdasarkan Pasal 24 dan 24A Perubahan UUD
RI Tahun 1945 yang dituangkan dalam UU No.1 tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman, kemudian diatur lebih lanjut dalam UU No. 5
tahun 2004, mempunyai kekuasaan dan kewenangan sebagai berikut.
(1) Memberikan nasihat hukum kepada presiden selaku kepala negara
untuk pemberian dan penolakan grasi.
(2) Memeriksa dan memutuskan permohonan kasasi dan sengketa
tentang kewenangan.
(3) Melaksanakan tugas dan kewenangan lain berdasarkan undangundang.
(4) Mengadili permohonan peninjauan kembali (PK) putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(5) Memberi pertimbangan dalam bidang hukum, baik diminta ataupun
tidak kepada lembaga tinggi negara.
(6) Menguji secara material hanya terhadap peraturan perundangundangan
di bawah undang-undang.
Fungsi atau tugas Mahkamah Agung adalah
(1) untuk kepentingan negara dan keadilan MA memberi peringatan,
teguran, dan petunjuk yang dipandang perlu, baik dengan surat
tersendiri maupun dengan surat edaran;
(2) melakukan pengawasan tertinggi terhadap pelaksanaan peradilan
di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan kekuasaan
kehakiman;
(3) mengawasi dengan cermat semua perbuatan para hakim di semua
lingkungan peradilan;
(4) mengawasi tingkah laku dan perbuatan para hakim di semua
lingkungan peradilan dalam menjalankan tugasnya.
Di samping itu, Mahkamah Agung memiliki tugas dan kewenangan
lain di luar lingkungan peradilan yang meliputi:
(1) memutuskan dalam tingkat pertama dan terakhir semua sengketa
yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh
kapal perang Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang
berlaku;
(2) menyatakan tidak sah semua peraturan perundang-undangan di
tingkat yang lebih rendah daripada undang-undang atas alasan
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi;
(3) memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum, baik
diminta maupun tidak, kepada lembaga tinggi negara yang lain;
(4) memberikan nasihat hukum kepada presiden selaku kepala negara
dalam rangka pemberian atau penolakan grasi;
(5) bersama pemerintah melakukan pengawasan atas penasihat hukum
dan notaris.
Susunan organisasi MA terdiri atas pimpinan, hakim anggota,
panitera, dan seorang sekretaris. Pimpinan MA terdiri atas seorang ketua,
dua orang wakil ketua, dan beberapa orang ketua muda yang masing
Cerdas dan Kritis
masing memimpin satu bidang khusus. Para hakim yang bekerja dalam
lingkup MA disebut hakim agung. Jumlah hakim agung paling banyak 60
orang. Ketua dan wakil ketua MA dipilih oleh para hakim agung
berdasarkan nama-nama calon yang diajukan oleh DPR dan Komisi
Yudisial, dan diangkat oleh presiden.
Buatlah suatu tulisan mengenai Mahkamah Agung RI sebagai “Benteng Terakhir
Penegakan Hukum di Tanah Air”. Adapun langkah-langkah kerjanya adalah
sebagai berikut.
1. Carilah artikel (minimal 5 buah), baik dari internet, majalah, ataupun koran
tentang berbagai penegakan dan penuntasan masalah hukum oleh Mahkamah
Agung.
2. Tuangkanlah pendapat Anda tentang peristiwa-peristiwa tersebut dengan
pokok-pokok pikiran yang dibahas, misalnya, termasuk jenis perkara apkah
masalah hukum tersebut, mengapa sampai berlarut-larut hingga sampai harus
MA yang menuntaskannya, dan bagaimanakah cara MA menuntaskannya.
3. Tuangkan ide dan gagasan Anda dalam bentuk tulisan (minimal enam
halaman).
4. Kumpulkan kepada guru untuk dinilai.
2) Peradilan khusus
a) Pengadilan agama
Pengadilan agama yang dimaksud adalah pengadilan agama Islam.
Tugasnya memeriksa dan memutus perkara-perkara yang timbul antara
orang-orang yang beragama Islam mengenai bidang hukum perdata
tertentu yang diputus berdasar syariat Islam. Contohnya adalah perkaraperkara
yang berkaitan dengan nikah, rujuk, talak (perceraian), nafkah,
dan waris. Keputusan pengadilan agama dalam hal yang dianggap perlu
dapat dinyatakan berlaku oleh pengadilan negeri.
UU No. 7 tahun 1989 yang mengatur tentang pengadilan agama
menyatakan bahwa lingkup pengadilan agama terdiri atas:
(1) pengadilan tinggi agama sebagai badan peradilan tingkat banding,
bertempat kedudukan sama dengan daerah pengadilan tinggi;
(2) pengadilan agama sebagai badan peradilan tingkat pertama,
bertempat kedudukan sama dengan pengadilan negeri.
b) Pengadilan tata usaha negara (PTUN)
Di Indonesia, kehadiran pengadilan tata usaha negara tergolong
masih sangat baru. Keberadaannya didasarkan pada UU No. 9 tahun
2004 sebagai pengganti UU Nomor 5 tahun 1986 tentang Pengadilan
Tata Usaha Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1991.
Sengketa tata usaha negara menurut Pasal 5 UU NO. 4/1986 adalah
sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara akibat
dikeluarkannya keputusan tata usaha negara. Sementara itu, keputusan
tertulis yang dikeluarkan oleh badan tata usaha negara adalah keputusan
tata usaha negara. Keputusan itu berisi tindakan hukum badan tata usaha
negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengadilan Tata Usaha Negara berwenang memeriksa dan memutus
semua sengketa tata usaha negara dalam tingkat pertama. Sengketa
yang timbul dalam bidang tata usaha negara sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan tata usaha negara adalah sengketa dalam tata
usaha negara.
Keputusan tata usaha negara adalah suatu ketetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh badan tata usaha negara yang berisi tindakan hukum
badan tata usaha negara berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku yang menerbitkan akibat hukum bagi seseorang atau badan
hukum. Masalah-masalah yang rnenjadi jangkauan pengadilan tata usaha
negara meliputi:
(1) bidang HAM, yaitu gugatan atau permohonan yang berkaitan dengan
pencabutan hak milik seseorang, penangkapan, dan penahanan yang
tidak sesuai dengan prosedur hukum (sebagaimana diatur dalam
KUHAP) mengenai praperadilan;
(2) bidang function publique, yaitu gugatan atau permohonan yang
berhubungan dengan status atau kedudukan seseorang, misalnya,
bidang kepegawaian, pemecatan, dan pemberhentian hubungan kerja;
(3) bidang sosial, yaitu gugatan/permohonan terhadap keputusan administrasi
tentang penolakan permohonan atau permohonan suatu izin;
(4) bidang ekonomi, yaitu gugatan atau permohonan yang berkaitan
dengan perpajakan, merek, agraria, dan sebagainya.
Berdasarkan Pasal 6 UU No. 9 tahun 2004, pengadilan tata usaha
negara dilaksanakan oleh badan pengadilan berikut.
(1) Pengadilan tata usaha negara berpuncak pada Mahkamah Agung.
(2) Pengadilan tata usaha negara berkedudukan di ibu kota provinsi dan
daerah hukumnya yang meliputi wilayah provinsi.
(3) Pengadilan tata usaha negara berkedudukan di ibu kota kabupaten/
kota dan daerah hukum yang meliputi wilayah kabupaten/kota.
Presiden atas usul Ketua MA dapat mengangkat dan memberhentikan
hakim pengadilan tata usaha negara. Ketua MA mengangkat dan
memberhentikan ketua dan wakil ketua pengadilan tata usaha negara.
c) Peradilan Hak Asasi Manusia (HAM)
Berdasarkan UU No. 26 tahun 2000, dibentuk badan peradilan khusus
untuk mengadili perkara pelanggaran HAM berat yang meliputi kejahatan
genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Wilayah hukum
pengadilan HAM sesuai Pasal 45 ayat (2) UU No. 26 tahun 2000 sebagai
berikut.
(1) Makassar, meliputi provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Utara, Maluku Utara, dan Irian Jaya.
(2) Jakarta, meliputi wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi
Jawa Barat, Banten, Sumatra Selatan, Lampung, Bengkulu,
Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.
(3) Medan, meliputi Provinsi Sumatra Utara, Nangroe Aceh
Darussalam, Riau, Jambi, dan Sumatra Barat.
(4) Surabaya, meliputi Provinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa
Yogyakarta, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara
Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Jumlah hakim dalam sidang pengadilan HAM biasanya tiga orang,
sedangkan dalam pemeriksaan perkara pelanggaran HAM berjumlah
lima orang, terdiri dari tiga orang hakim ad hoc dan dua orang hakim
pada pengadilan HAM yang bersangkutan, baik pada tingkat pengadilan
negeri, pengadilan banding, maupun MA. Atas usul ketua MA, presiden
selaku kepala negara dapat mengangkat dan memberhentikan hakim ad
hoc. Pengadilan HAM memutuskan dan memeriksa perkara pelanggaran
HAM berat dalam waktu paling lama 180 hari terhitung sejak perkara
dilimpahkan ke pengadilan HAM.
d) Peradilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi)
Pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor)
dibentuk berdasarkan amanat Pasal 53 UU No.
30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (KPK) dan ditetapkan
dalam Keputusan Presiden No. 59 tahun 2004.
Hakim ad hoc untuk pengadilan Tipikor ditetapkan
dalam Keppres No. III/M/2004 sebanyak sembilan
orang, meliputi tiga tingkatan, yaitu hakim tingkat
pertama, hakim tingkat banding, dan hakim tingkat
kasasi. Adapun jumlah hakim pengadilan tindak
pidana korupsi dalam proses pemeriksaan berkas
perkara di pengadilan sebanyak lima orang, yaitu
terdiri atas dua orang hakim pada pengadilan tindak pidana korupsi yang
bersangkutan dan tiga orang hakim ad hoc, baik pada tingkat pengadilan
banding, pengadilan negeri, maupun MA.
Kata Bijak
Korupsi dapat mengundang
gejolak revolusi, alat yang
ampuh untuk mengkreditkan
suatu bangsa. Bukanlah tidak
mungkin penyaluran akan
timbul apabila penguasa tidak
secepatnya menyelesaikan
masalah korupsi.
B. Simanjuntak
b. Mahkamah Konstitusi (MK)
Mahkamah Konstitusi adalah lembaga kekuasaan kehakiman yang baru
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Dari negara-negara di dunia,
Indonesia menempati urutan ke-78 yang mempunyai lembaga sejenis.
Kedudukan MK diatur dalam Pasal 24C Amendemen UUD 1945 dan lebih
lanjut diatur dengan UU No. 24 tahun 2004. Hakim MK terdiri atas sembilan
orang yang terdiri dari ketua, wakil ketua, dan anggota. Sesuai Undang-
Undang Dasar 1945 yang selanjutnya disahkan menurut Undang-Undang
Nomor 24 tahun 2003, kewajiban dan wewenang MK sebagai berikut.
1) Kewajiban MK adalah memberikan putusan atas pendapat Dewan
Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya, atau perbuatan tercela yang dilakukan oleh presiden dan atau
wakil presiden.
2) Wewenang MK adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, memutus sengketa
kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
Undang-Undang Dasar 1945, memutus pembubaran partai politik, dan
memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi untuk
masa jabatan tiga tahun. Mahkamah Konstitusi beranggotakan sembilan hakim
konstitusi yang ditetapkan oleh presiden. Hakim konstitusi diajukan masingmasing
tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan
Rakyat, dan tiga orang oleh presiden. Masa jabatan hakim konstitusi adalah
lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya.
c. Pengadilan militer
Pengadilan yang mengadili anggota-anggota TNI, meliputi angkatan darat,
angkatan laut, dan angkatan udara disebut pengadilan militer. Berdasarkan
Undang-Undang No. 31 tahun 1987 tentang Pengadilan Militer, dinyatakan
bahwa lingkup pengadilan militer meliputi:
1) pengadilan militer pertempuran;
2) pengadilan militer tingkat pertama yang mengadili kejahatan dan
pelanggaran yang dilakukan oleh TNI yang berpangkat kapten ke bawah
disebut pengadilan militer;
3) pengadilan militer utama;
4) pengadilan militer tinggi, sebagai berikut:
a) pengadilan tingkat pertama yang mengadili kejahatan dan
pelanggaran yang dilakukan oleh TNI yang berpangkat mayor ke
atas, dan
b) pengadilan untuk memeriksa dan memutus
pada tingkat banding perkara pidana yang telah
diputus oleh pengadilan militer dalam daerah
hukumnya yang dimintakan banding.
Pengadilan militer sekarang berpuncak pada
Mahkamah Agung mengingat bahwa pengadilan
tertinggi di Indonesia adalah Mahkamah Agung.
Di samping pengadilan tentara, terdapat juga
kejaksaan tentara yang mempunyai daerah
kekuasaan sama dengan daerah kekuasaan
pengadilan militer yang bersangkutan.
3. Peranan lembaga-lembaga peradilan
Berdasarkan Pancasila, lembaga peradilan berperan untuk menerapkan dan
menegakkan hukum dan keadilan. Pengadilan sebagai lembaga penegak hukum
bertugas untuk memeriksa, mengadili, dan memutus setiap perkara yang diajukan
kepadanya agar mendapatkan keadilan. perkara yang masuk tidak boleh ditolak
hakim pengadilan dengan alasan tidak mampu atau tidak ada hukum yang dapat
dipakai untuk menyelesaikannya. Jenis perkara yang masuk disesuaikan dengan
tugas dan kewenangan dari tiap lembaga peradilan yang ada. Jadi, melaksanakan
kekuasaan kehakiman di Indonesia untuk menegakkan hukum dan keadilan adalah
peranan lembaga peradilan.
Agar hukum dan keadilan dapat diterapkan dan ditegakkan, pengadilan
haruslah dilaksanakan berdasarkan asas-asas berikut.
a. Pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara dengan hadirnya
terdakwa, kecuali undang-undang menentukan lain.
b. Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus
suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang
jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.
c. Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.
d. Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala
hambatan dan intangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana,
cepat, dan biaya ringan.
e. Putusan pengadilan dilaksanakan dengan memerhatikan nilai kemanusiaan
dan keadilan.
f. Peradilan dilkukan demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
g. Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.
h. Hakim harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur,
adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.
i. Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan banding
kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undangundang
menentukan lain.
j. Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila
diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
k. Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan
di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan
pengadilan yang menyatakan kesalahannya.
l. Semua pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus dengan sekurangkurangnya
tiga orang hakim, kecuali undang-undang menentukan lain.
m. Tidak seorang pun dapat dikenakan penangkapan, penahanan, penggeledahan,
dan penyitaan, selain atas perintah tertulis oleh kekuasaan yang sah dalam
hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
n. Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa
keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dalam mempertimbangkan berat
ringannya pidana, hakim wajib memerhatikan pula sifat yang baik dan jahat
dari terdakwa.
o. Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan
berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau
hukum yang diterapkannya, berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi,
dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Hal ini disebut dengan asas
praduga tak bersalah.
p. Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undangundang
menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi.
q. Tidak seorang pun dapat dihadapkan ke pengadilan selain daripada yang
ditentukan oleh undang-undang.
r. Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum.
s. Terhadap putusan pengadilan dalam tingkat banding dapat kasasi kepada
Mahkamah Agung oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undangundang
menentukan lain.
t. Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada
Mahkamah Agung apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan
dalam undang-undang.
C. Sikap Positif terhadap Hukum dan Penerapannya
Tujuan dibuatnya hukum adalah untuk menjaga dan memelihara ketertiban dalam
masyarakat dan sekaligus juga untuk memenuhi rasa keadilan manusia. Oleh sebab
itu, diperlukan sikap yang mampu mendukung ketentuan hukum yang berlaku agar
kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara dapat berlangsung dengan
aman, tenteram, dan tertib. Sikap terbuka, sikap objektif, dan sikap mengutamakan
kepentingan umum adalah contoh sikap yang mendukung ketentuan hukum.
1. Sikap terbuka
Sikap terbuka adalah sikap yang secara internal menunjukkan adanya
keinginan dari setiap warga negara untuk membuka diri dalam memahami hukum
yang berlaku di dalam masyarakat. Dalam menghilangkan rasa curiga dan salah
paham sangatlah penting sehingga dapat memupuk rasa saling percaya dalam
membangun persatuan dan kesatuan. Sikap terbuka dalam memahami ketentuan
hukum yang berlaku dapat mencakup hal-hal berikut:
a. berupaya untuk tidak menutup-nutupi kesalahan;
b. berupaya selalu jujur dalam memahami ketentuan hukum;
c. sanggup menyatakan suatu ketentuan hukum adalah benar atau salah;
d. mau mengatakan apa adanya, benar atau salah.
2. Sikap objektif/rasional
Bersikap objektif atau rasional merupakan sikap yang ditunjukkan oleh
seseorang untuk memahami ketentuan-ketentuan hukum yang dikembalikan pada
fakta, data, dan dapat diterima oleh akal sehat. Seseorang yang mengedepankan
objektivitas atau rasionalitas akan mampu berpikir jernih dan memiliki pendirian
kuat dalam menghadapi berbagai persoalan sehingga tidak mudah difitnah atau
terombang-ambing oleh keadaan. Beberapa contoh sikap objektif yang dapat
ditunjukkan, antara lain,
a. menghargai orang lain sesuai dengan kemampuan, keahlian, atau profesinya;
b. mampu memberi penjelasan yang netral dan dapat diterima akal sehat bahwa
suatu pelaksanaan ketentuan hukum benar atau salah;
c. mampu menyatakan atau menunjukkan bahwa suatu ketentuan hukum benar
atau salah dengan argumentasi yang baik;
d. sanggup menyatakan kekurangan atau kelemahannya jika orang lain lebih
baik;
e. sanggup menyatakan ya atau tidak untuk suatu pelaksanaan ketentuan hukum
dengan segala konsekuensinya.
3. Sikap mengutamakan kepentingan umum
Kepentingan umum atau kepentingan orang lain pasti didahulukan di mana
pun kita berada. Sikap mengutamakan kepentingan umum merupakan sikap
seseorang untuk menghargai atau menghormati orang lain yang dirasakan lebih
membutuhkan atau penting untuk sesuatu yang lebih besar manfaatnya dalam
suatu kurun waktu tertentu. Dalam pelaksanaan ketentuan hukum, sikap
mengutamakan kepentingan umum dapat dilihat pada beberapa contoh berikut
ini.
a. Merelakan tanah atau bangunannya diambil oleh pemerintah untuk
kepentingan sarana jalan atau jembatan.
b. Membayar pajak (bumi dan bangunan, kendaraan, perusahaan, dan lain-lain)
tepat pada waktunya.
c. Memenuhi tugas yang diberikan oleh atasan atau guru di sekolah sesuai
dengan kesepakatan.
d. Memberi tempat atau pertolongan kepada orang lain yang membutuhkan.
e. Memberikan jalan kepada orang lain untuk lebih dahulu menyeberang atau
melewatinya.
Perbuatan yang sesuai dengan hukum harus diawali dengan membiasakan diri
untuk hidup tertib dan tidak terbiasa melanggar peraturan atau hukum dengan cara
disengaja sekecil apapun perbuatan tersebut. Jika seseorang tidak terbiasa melanggar
hukum, maka saat ia melanggar hukum ia akan cemas dan ketakutan. Dengan demikian,
dia dapat mengontrol perbuatannya. Adapun ciri-ciri orang yang berperilaku sesuai
dengan hukum akan tampak dalam perbuatan berikut.
1. Tidak menyinggung perasaan orang lain
2. Tidak menimbulkan kerugian baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
3. Disenangi masyarakat.
4. Mencerminkan sikap patuh pada hukum.
5. Menciptakan kesadaran hidup.
Dilihat di berbagai lingkungan kehidupan, perbuatan yang mencerminkan sikap
patuh terhadap hukum sebagai berikut.
1. Lingkungan keluarga
a. Membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
b. Seluruh anggota keluarga dilengkapi akta kelahiran.
c. Setiap keluarga memiliki Kartu Keluarga (KK).
d. Setiap warga yang sudah berusia 17 tahun memiliki KTP.
2. Lingkungan sekolah
a. Berseragam sekolah sesuai dengan ketentuan.
b. Tidak merusak citra sekolah.
c. Membayar uang administrasi sekolah tepat waktu.
d. Mengikuti pelajaran sesuai dengan jadwal.
3. Lingkungan masyarakat bangsa dan negara
a. Mematuhi ketentuan hukum yang berlaku.
b. mematuhi pemerintahan yang sah.
c. Mentaati undang-undang lalu lintas.
d. Memiliki SIM bagi pengendara motor.
D. Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia
1. Pengertian korupsi
Dalam Ensiklopedi Indonesia disebutkan bahwa
korupsi (dari bahasa latin, corruption = penyuapan,
coruptio atau corruptus = kekuasaan atau
kebobrokan, dan corrumpore = merusak) adalah
gejala terjadinya penyuapan, pemalsuan,
penyalahgunaan wewenang, dan ketidakberesan
lainnya yang dilakukan oleh para pejabat badanbadan
negara. Istilah korupsi seringkali diikuti dengan
istilah kolusi dan nepotisme hingga membentuk istilah
KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme). Definisi
korupsi dari Transparency Internasional adalah
perbuatan menyalahgunakan kekuasaan dan
kepercayaan publik untuk keuntungan pribadi. Dalam
definisi tersebut, terkandung tiga unsur dari pengertian
korupsi, yaitu
a. keuntungan pribadi (tidak selalu hanya untuk pribadi orang yang
menyalahgunakan kekuasaan, tetapi juga anggota keluarga dan temantemannya);
b. menyalahgunakan kekuasaan;
c. kekuasaan yang dipercayakan, baik di sektor publik maupun di sektor swasta,
memilki akses bisnis atau keuntungan materi.
Berdasarkan Pasal 2 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001,
korupsi adalah perbuatan yang dapat merugikan perekonomian negara secara
melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri dan atau orang lain
(perseorangan atau korporasi). Unsur-unsur korupsi adalah
a. memperkaya diri sendiri dan atau orang lain,
b. melawan hukum, dan
c. dapat merugikan keuangan/perekonomian negara.
2. Dasar hukum pemberantasan korupsi
Dasar hukum pemberantaran tidak pidana korupsi adalah sebagai berikut.
a. UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
b. UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih dan
Bebas KKN.
c. UU No. 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
d. UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
e. Ketetapan MPR No. X/MPR/1998 tentang Penyelengaraan Negara yang
Bersih dan Bebas KKN.
f. UU No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
g. UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(KPK).
h. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2004 tentang
Percepatan Pemberantasan Korupsi.
i. Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
j. Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber
Daya Manusia KPK.
Serangkaian tindakan untuk mencegah dan menanggulangi korupsi (melalui
upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan
pemeriksanaan sidang pengadilan) dengan peran serta masyarakat berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku disebut pemberantasan korupsi (UU
30/2002 Pasal 1 butir 3). Berdasarkan UU No. 30 tahun 2002 telah dibentuk
komisi yang khusus menangani korupsi, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK). Tugas KPK adalah menyelidiki para pejabat yang dicurigai melakukan
tindakan korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi menurut Pasal 3 undang-undang
tersebut adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.
3. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Selain membentuk undang-undang pemberantasan korupsi, pemerintah juga
membentuk lembaga untuk menangani korupsi, yaitu Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK). Pembentukan KPK ini merupakan amanat dari Undang-Undang
No. 31 Tahun 1999 Pasal 43, yaitu perlunya dibentuk Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
Komisi ini diatur dalam Undang-Undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantaran Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya dapat disingkat Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Tujuan pembentukan komisi tersebut adalah
meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak
pidana korupsi. serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak
pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran
serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
disebut pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam tugas-tugasnya, KPK
bekerja sama dengan Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor),
Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN), dan Komisi
Ombusman Nasional.
Komisi Pemberantasan Korupsi berkedudukan di ibu kota negara Republik
Indonesia dan wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara Republik
Indonesia. Komisi Pemberantasan Korupsi dapat membentuk perwakilan di
daerah provinsi. Komisi Pemberantasan Korupsi bertanggung jawab kepada publik
atas pelaksanaan tugasnya dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan
berkala kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan.
Struktur Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri atas pimpinan yang terdiri
atas lima anggota, pegawai yang bertugas sebagai pelaksana tugas, dan tim
penasihat yang terdiri atas empat anggota. Pimpinan Komisi Pemberantasan
Korupsi disusun atas ketua merangkap anggota dan empat orang wakil ketua,
masing-masing merangkap anggota.
Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas sebagai berikut.
a. Supervisi terhadap instansi yang berwenang dalam melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi.
b. Koordinasi dengan instansi yang berwenang dalam melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi.
c. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana
korupsi.
d. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang
berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
e. Mengoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana
korupsi.
f. Memonitor penyelenggaraan pemerintahan negara.
g. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.
h. Penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
i. Tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.
j. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi
kepada instansi yang terkait;
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, KPK melakukan penindakan
dengan tujuan meningkatkan penyelesaian perkara tindak pidana korupsi. Strategi
penindakan tersebut dijabarkan dalam sejumlah kegiatan berikut.
a. Pengembangan mekanisme, sistem, dan prosedur supervisi oleh KPK atas
penyelesaian perkara tindak pidana korupsi yang dilaksanakan oleh kepolisian
dan kejaksaan.
b. Pemetaan aktivitas-aktivitas yang berindikasikan tindak pidana korupsi.
c. Pelaksanaan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan perkara tindak pidana
korupsi.
d. Identifikasi kelemahan undang-undang dan konflik antarundang-undang yang
berkaitan dengan pemberantasan korupsi.
e. Pengembangan sistem dan prosedur peradilan pidana korupsi yang ditangani
langsung oleh KPK.
Untuk mewujudkan visi pemberantasan korupsi Indonesia yang bebas dan
korupsi, maka diperlukan strategi pencegahan tindak pidana korupsi yang handal,
seperti:
a. penyusunan sistem pelaporan pengaduan masyarakat dan sosialisasi,
b. peningkatan efektivitas sistem petaporan kekayaan penyelenggaraan negara,
c. penyusunan sistem pelaporan gratifikasi dan sosialisasi,
d. pengkajian dan penyampaian saran perbaikan atas sistem administrasi
pemerintahan dan pelayanan masyarakat yang berindikasikan korupsi, dan
e. penelitian dan pengembangan teknik dan metode yang mendukung
pemberantasan korupsi.
1. Buatlah kelompok kerja yang terdiri atas 4–5 orang, laki-laki dan perempuan.
2. Buatlah sebuah kliping tentang berita korupsi, baik skala lokal ataupun nasional
(setiap kelompok minimal mengambil satu berita, lebih banyak lebih baik).
3. Buatlah sebuah ringkasan untuk berita tersebut dengan pokok-pokok bahasan:
apa kasusnya, siapa saja aktor pelakunya, bagaimana modus operandinya,
bagaimana para penegak hukum melakukan pemberantasannya, bagaimanakah
respons masyarakat terhadap kasus tersebut, dan bagaimana tentang
hukumannya. Presentasikanlah hasil kerja kelompok Anda di depan kelompok
lain di kelas. Mintalah guru bertindak sebagai penilai.
Tanggap Sosial
E. Peran Serta dalam Pemberantasan Korupsi di
Indonesia
Korupsi termasuk tindak kejahatan (tindak pidana) dan pelanggaran hukum.
Korupsi merupakan satu dari mata rantai KKN, yaitu korupsi, kolusi dan nepotisme.
Istilah ini muncul dan mulai dikenal luas menjelang berakhimya pemerintahan Orde
Baru yang jatuh karena dianggap banyak melakukan KKN. Sejak saat itu, selalu
didengung-dengungkan tentang perlunya pemerintahan yang bersih dan bebas KKN.
Pemberantasan KKN diyakini mampu menciptakan pemerintahan yang bersih dan
menciptakan rasa keadilan.
1. Peran serta masyarakat
Terciptanya penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN bukan
hanya tanggung jawab dari penyelenggara negara semata, melainkan juga
masyarakat dan semua komponen anak bangsa. Diperlukan peran serta
masyarakat untuk melakukan kontrol sosial terhadap praktik penyelenggaraan
pemerintahan. Masyarakat tidak hanya dijadikan objek penyelenggaraan negara,
tetapi harus dilibatkan juga sebagai subjek. Agar pelaksanaan peran serta
masyarakat berjalan dengan tertib, maka disusunlah pengaturannya dalam
Undang-Undang No. 31 tahun 1999 yang menyebutkan bahwa masyarakat dapat
berperan serta membantu upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan
tindak pidana korupsi.
Peran serta masyarakat tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk-bentuk
berikut ini.
a. Hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah
terjadi tindak pidana korupsi.
b. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada
penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi.
c. Hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal:
1) melaksanakan haknya sebagaimana tersebut di atas;
2) diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan di sidang
pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi, atau saksi ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d. Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang
diberikan kepada penegak hukum dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari.
e. Hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh, dan
memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi
kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi.
Peran serta masyarakat tersebut akan mendapat penghargaan dari
pemerintah. Penghargaan kepada masyarakat yang berjasa dalam pemberantasan
tindak pidana korupsi dapat berupa piagam maupun premi. Artinya, pemerintah
akan memberikan penghargaan kepada anggota masyarakat yang telah berjasa
membantu upaya pemberantasan, pencegahan, atau pengungkapan tindak pidana
korupsi yang disertai bukti-bukti.
Peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi telah dikembangkan
melalui Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Peran serta masyarakat diartikan sebagai
peran aktif organisasi masyarakat, perorangan, atau lembaga swadaya
masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
2. Wujud peran serta masyarakat
a. Peran serta melalui media
Koran, majalah, radio, dan televisi merupakan sarana yang ampuh dalam
mencegah dan menanggulangi korupsi. Adanya dugaan kasus korupsi yang
terjadi di suatu lembaga pemerintah atau dugaan korupsi oleh seorang pejabat
negara dapat diberitakan melalui media. Oleh lembaga berwenang, hasil
pemberitaan dapat ditindaklanjuti. Melalui media, warga juga dapat
menyampaikan adanya dugaan korupsi, kejadian korupsi, atau hal lain yang
berkaitan. Contohnya, dengan surat pembaca, kotak pos, opini, kolom
pembaca, atau kring telepon.
b. Peran serta melalui kegiatan-kegiatan langsung
Kegiatan secara langsung dan terbuka oleh
sekelompok orang berkaitan dengan upaya
penanggulangan korupsi disebut dengan kegiatan
langsung. Contohnya, unjuk rasa mendatangi
lembaga pemerintahan yang dituduh melakukan
korupsi dan demonstrasi ke lembaga ke KPK agar
serius menangani suatu kasus korupsi.
Lembaga swadaya masyarakat (LSM)
sekarang ini banyak sekali yang berkecimpung di
bidang penanggulangan korupsi. Secara aktif dan
rajin mereka melakukan kegiatan-kegiatan yang
berintikan upaya menanggulangi korupsi, seperti
melaporkan adanya tindak pidana korupsi oleh
seorang pejabat, memberikan masukan dan kritik
terhadap penggunaan anggaran suatu departemen,
laporan dugaan korupsi suatu departemen, dan lain-lain. Contoh lembaga
swadaya masyarakat tersebut adalah sebagai berikut.
1) Indonesian Corruption Watch (ICW) atau disingkat ICW merupakan
sebuah organisasi nonpemerintah (NGO) yang mempunyai misi untuk
mengawasi dan melaporkan kepada publik mengenai aksi korupsi yang
terjadi di Indonesia. ICW lahir di Jakarta pada tanggal 21 Juni 1998 di
tengah-tengah gerakan reformasi yang menghendaki pemerintahan pasca-
Soeharto yang demokratis, bersih, dan bebas korupsi. ICW adalah
lembaga nirlaba yang terdiri atas sekumpulan orang yang memiliki
komitmen untuk memberantas korupsi melalui usaha-usaha
pemberdayaan rakyat untuk terlibat atau berpartisipasi aktif melakukan
perlawanan terhadap praktik korupsi.
2) Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) adalah sebuah organisasi
internasional yang bertujuan memerangi korupsi politik. Organisasi yang
didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba ini sekarang menjadi
organisasi nonpemerintah yang bergerak menuju organisasi yang
berstruktur demokratik.
3. Tujuan pengembangan peran serta masyarakat dalam
upaya pemberantasan korupsi di Indonesia
Tujuan yang ingin dicapai oleh strategi penggalangan keikutsertaan
masyarakat ini adalah terbentuknya suatu keikutsertaan dan partisipasi aktif dalam
memberantas korupsi dari segenap komponen bangsa. Strategi penggalangan
keikutsertaan masyarakat itu dijabarkan dalam sejumlah kegiatan berikut.
a. Pengembangan dan pelaksanaan kampanye anti korupsi nasional yang
terintegrasi dan diarahkan untuk membentuk budaya antikorupsi.
b. Pengembangan hubungan kerja sama antara KPK dengan lembaga-lembaga
kemasyarakatan, sosial, keagamaan, profesi, dunia usaha, swadaya
masyarakat (LSM), dan lain-lain disertai dengan perumusan peran masingmasing
dalam upaya pemberantasan korupsi.
c. Pengembangan data base profil korupsi.
d. Pengembangan dan penyediaan akses kepada publik terhadap informasi yang
berkaitan dengan korupsi.
e. Pengembangan hubungan kerja sama antara KPK dengan mitra
pemberantasan korupsi di luar negeri secara bilateral maupun multilateral.

1 komentar: